Minggu, 22 Maret 2009

Lisa Vs High Heels

Hari itu pesawat yang kami tumpangi menyentuh landasan di bandara Beijing pada pagi hari. Lelah rasanya, karena saya tidak termasuk orang yang bisa tidur nyenyak di perjalanan. Setelah mengambil bagasi, dan memakai long john untuk menahan hawa dingin winter, kami bergegas keluar menuju ruang tunggu. Menurut informasi, beberapa orang akan menjemput kami.

Setelah menunggu beberapa menit, datanglah tiga laki-laki dan dua wanita warga China. Salah satu dari dua wanita tadi menarik perhatian saya. Sepatunyalah yang membuat saya terkesima. Ya, sepatu. High heels (sepatu hak tinggi) merah menyala nya begitu eye catching, kontras dengan baju casual kombinasi abu-abu – hitam yang dia kenakan. Setelah bersalaman, tahulah saya nama wanita ini, Lisa.

Lisa bernama asli Jiang Sha (betul kata Andrea Hirata bahwa orang china punya dua nama, lokal dan internasional). Lisa bertubuh mungil, rambut lurus sebahu, dan dia sebetulnya berkaca mata minus tapi enggan memakainya karena tidak merasa pede berkacamata (akibatnya Lisa harus memicing-micingkan matanya ketika melihat jauh). Dari caranya berpakaian nampaknya Lisa cukup modis. Warna sepatu, baju, tas dan aksesorisnya sangat matching. Saya memang suka mengamati mode, walaupun untuk pakaian sendiri saya seringkali asal pakai, jauh dari kesan modis, atau tidak pede dan butuh pendapat orang lain seperti adik saya sebagai advisor. Menarik mengamati bagaimana orang bisa begitu kreatif menciptakan mode, menciptakan harmonisasi dalam berpenampilan. Bahkan pakem yang tidak biasapun jadi tampak harmonis ditangan seorang desainer.

Ok, now back to Lisa...

Seminggu saya bersama Lisa, tak seharipun dia menanggalkan high heels nya. Tentu saja warna dan model high heels nya setiap hari berganti-ganti disesuaikan dengan pakaiannya. Padahal di kantornya dia harus naik turun tangga karena ruangannya berada dilantai satu dan ruang meeting ada di lantai tiga. Bahkan diluar waktu kerja, saat menemui kami ketika libur (weekend) sekalipun, tetap saja high heels lah yang menghiasi kakinya. Misalnya saja ketika kami harus berjalan beberapa blok untuk mencapai resto halal, Lisa sebetulnya sudah kelihatan kelelahan dengan high heels nya. Seorang teman saya bertanya: ”Lisa, tidakkah kamu merasa lelah? Tidak kah kamu perlu mengganti sepatumu dengan salah satu dari yang dijual disana” kata teman saya sambil menunjuk toko sepatu kecil yang menjual aneka model sepatu casual yang tentu lebih nyaman dipakai, harganya pun terbilang murah dan pasti terjangkau oleh Lisa yang seorang karyawan menengah di perusahaan besar. Tapi Lisa kurang tertarik, nampaknya. Mungkin modelnya kurang oke kali ya.

Ngomong-ngomong soal High Heels, kabarnya sepatu jenis ini sudah dibuat pada abad IV SM di Turki, dikenal dengan istilah chopine yang beralas datar dan digunakan untuk daerah yang berlumpur. Semakin tebal lumpur, semakin tebal sol sepatu ini. Selanjutnya orang mulai meninggalkan bentuk yang kaku seperti ini, lalu diciptakanlah sepatu yang sol nya rendah di bagian depan dan tinggi di bagian tumit, meskipun peruntukannya tetap sama, yaitu untuk dipakai di tanah berlumpur atau tanah tergenang air, tapi tentu sudah lebih berbau fashion. Lama kelamaan sepatu hak tinggi ini bergeser mengarah kepada fashion. Maka pada tahun 50-an mulailah model high heels pertama yang dikenal dengan model Stiletto yang hak nya mencapai 10 cm dengan ujung hak yang kecil.

Tentu banyak alasan seorang wanita memilih high heels sebagai pelengkap penampilannya. Seorang mantan model kondang misalnya, beralasan "dengan memakai sepatu hak tinggi, saya jadi lebih bisa mengatur langkah dan body language saya". Pernah juga suatu ketika, di angkot saya bertemu seorang wanita berumur menjelang 60 tahun dan mengenakan high heels. Ketika saya tanya mengapa masih memakai sepatu jenis ini, tidak capek kah? Ibu tadi menjawab "saya guru balet, sejak muda sudah terbiasa mengenakan sepatu seperti ini, kalau tidak kaki saya malah pegal-pegal" (duh..segitunya..apa iya yah??). Menggunakan high heels bisa membuat penampilan wanita lebih anggun, bahkan ada yang pendapat bisa meningkatkan gairah seksual perempuan, konon ini berhubungan dengan membaiknya otot pelviks.

Namun, dibalik keindahan penampilan wanita dengan high heels nya ini, sebetulnya banyak sekali penelitian dan pendapat para ahli tentang bahaya atau akibat buruk darinya. Mulai dari mudah terkilir, terpeleset, pemendekan tendon, retak tulang, pengapuran di tulang telapak kaki depan karena trauma kronis yang langsung mengenai tulang akibat menahan beban, resiko kelainan bentuk kaki yang permanen yang perbaikannya memerlukan pembedahan, sampai resiko cedera peradangan sendi terutama pada sendi lutut dan panggul, peradangan ini bisa memicu penyakit kepala yang parah. Nyeri otot betis yang terjadi bertahun-tahun juga bisa berakibat Ischemic (kekurangan oksigen) karena otot terus menerus berkontraksi.

Nah lho..serem juga kan? Tapi aneh memang ya, wanita sering rela menderita dan 'berdarah-darah' demi keindahan penampilan. Wah, asal jangan lupa aja, kalau diluar rumah keindahan jadi perhatian; jangan sampai di dalam rumah malah dasteran melulu sehingga bikin suami kita jadi bete, mana bau bawang lagi, dan ironisnya pembantu dirumah lebih modis daripada majikannya.. Walaah...bisa berbahaya itu!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar