Rabu, 25 Februari 2009

Dua (istri) Belum Cukup

“Assalaamu’alaikum, sisters” begitu Jolly (baca: Jali) menyapa, ketika dia menjumpai kami di Manila. Ini adalah kali ketiga saya bertemu dengannya. Hari itu Jolly datang menemui kami bersama temannya, Eddy. Keduanya bekerja pada Islamic Da’wah Council of The Philippine (IDCP).

Senang rasanya berjumpa kembali dengan saudara muslim di belahan bumi lain. Kedua lelaki ini masih muda. Jolly seorang yang ramah dan murah senyum, berbahasa inggris cukup fasih, sehingga waktu pertemuan yang hanya sehari berisi cerita tentang banyak hal: tentang keluarganya, tentang muslim di philippina, tentang beberapa kata dalam bahasa philippina yang mirip dengan bahasa Indonesia, dan banyak hal lain.

Tantang muslim di philippina, Jolly bercerita suka duka menjadi kaum minoritas. Membuat saya harus banyak bersyukur hidup sebagai mayoritas di negeri ini. Muslim philippina terbanyak berasal dari wilayah Mindanao, bagian selatan philippina. Jumlah mereka yang sedikit (sekitar 10%) berdampak pada keterbatasan mereka dalam beberapa hal. Sebut saja dalam hal pendidikan agama. Pendidikan agama mereka dapatkan dari sekolah tambahan semacam madrasah, yang biasanya terletak disekitar masjid, yang jumlahnya juga tentu terbatas.

Keterbatasan lain yang tidak kalah pentingnya adalah soal makanan. Tentu sulit menemukan makanan halal di philippina, ada beberapa resto halal (pemiliknya muslim, dan hewan disembelih secara Islam), misalnya restoran Hossein, yang sering dikunjungi dubes-dubes Indonesia, Brunei, dan Malaysia untuk menjamu tamu-tamunya. Sempat juga kami mencicipi makan di resto ini, yang menunya serba kari: ayam kari, kambing kari, daging sapi kari, sampai ikan kari. Di banyak tempat memang resto halal/muslim asosiatif sekali dengan masakan jenis kari. Ada juga resto lain yang mengklaim halal, namun maksudnya adalah tidak ada menu babi disana. Untuk resto jenis ini menu seafood atau vegetable dapat kita pilih. Membawa bekal makanan dari rumah ketika beraktifitas diluar, merupakan pilihan bagi sebagian muslim di philippina.

Sambil menikmati santap siang dari resto Hossein, perbincangan kami terus berlanjut. Jolly yang baru berusia 26 yahun ternyata sudah menikah, saya tidak mengira, pertama: karena dia tampak masih muda, wajahnya banyak senyum layaknya perjaka yang selalu tebar pesona, dan kedua: karena dia tadi sempat menanyakan kabar seorang teman saya yang dia kira masih single. Ketika Jolly menceritakan tentang populasi muslim philippina yang pertumbuhannya menurut dia lambat, sempat membuat saya tergelitik untuk berkomentar: “Wah, kalau begitu, mungkin bagi muslim philippina bagus juga kalau berpoligami terutama untuk yang mampu melakukannya, supaya populasi kalian bisa bertambah”

Nah, yang tidak saya sangka-sangka adalah jawaban Jolly: “O..kalau itu saya sudah melakukannya, sister.., istri saya ada dua, kami serumah tapi beda kamar. Saya masih mau menambah istri dua lagi, satu dari Indonesia dan satu lagi dari Malaysia...”

Sambil melanjutkan santap siang, saya cuma bisa senyum-senyum saja, ingin rasanya saya menggeleng-gelengkan kepala sambil berkomentar: “Jolly...jolly..ada-ada saja kamu... Ternyata dua istri belum cukup ya....”.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar