“Assalaamu’alaikum, sisters” begitu Jolly (baca: Jali) menyapa, ketika dia menjumpai kami di Manila. Ini adalah kali ketiga saya bertemu dengannya. Hari itu Jolly datang menemui kami bersama temannya, Eddy. Keduanya bekerja pada Islamic Da’wah Council of The Philippine (IDCP).
Senang rasanya berjumpa kembali dengan saudara muslim di belahan bumi lain. Kedua lelaki ini masih muda. Jolly seorang yang ramah dan murah senyum, berbahasa inggris cukup fasih, sehingga waktu pertemuan yang hanya sehari berisi cerita tentang banyak hal: tentang keluarganya, tentang muslim di philippina, tentang beberapa kata dalam bahasa philippina yang mirip dengan bahasa Indonesia, dan banyak hal lain.
Tantang muslim di philippina, Jolly bercerita suka duka menjadi kaum minoritas. Membuat saya harus banyak bersyukur hidup sebagai mayoritas di negeri ini. Muslim philippina terbanyak berasal dari wilayah Mindanao, bagian selatan philippina. Jumlah mereka yang sedikit (sekitar 10%) berdampak pada keterbatasan mereka dalam beberapa hal. Sebut saja dalam hal pendidikan agama. Pendidikan agama mereka dapatkan dari sekolah tambahan semacam madrasah, yang biasanya terletak disekitar masjid, yang jumlahnya juga tentu terbatas.
Keterbatasan lain yang tidak kalah pentingnya adalah soal makanan. Tentu sulit menemukan makanan halal di philippina, ada beberapa resto halal (pemiliknya muslim, dan hewan disembelih secara Islam), misalnya restoran Hossein, yang sering dikunjungi dubes-dubes Indonesia, Brunei, dan Malaysia untuk menjamu tamu-tamunya. Sempat juga kami mencicipi makan di resto ini, yang menunya serba kari: ayam kari, kambing kari, daging sapi kari, sampai ikan kari. Di banyak tempat memang resto halal/muslim asosiatif sekali dengan masakan jenis kari. Ada juga resto lain yang mengklaim halal, namun maksudnya adalah tidak ada menu babi disana. Untuk resto jenis ini menu seafood atau vegetable dapat kita pilih. Membawa bekal makanan dari rumah ketika beraktifitas diluar, merupakan pilihan bagi sebagian muslim di philippina.
Sambil menikmati santap siang dari resto Hossein, perbincangan kami terus berlanjut. Jolly yang baru berusia 26 yahun ternyata sudah menikah, saya tidak mengira, pertama: karena dia tampak masih muda, wajahnya banyak senyum layaknya perjaka yang selalu tebar pesona, dan kedua: karena dia tadi sempat menanyakan kabar seorang teman saya yang dia kira masih single. Ketika Jolly menceritakan tentang populasi muslim philippina yang pertumbuhannya menurut dia lambat, sempat membuat saya tergelitik untuk berkomentar: “Wah, kalau begitu, mungkin bagi muslim philippina bagus juga kalau berpoligami terutama untuk yang mampu melakukannya, supaya populasi kalian bisa bertambah”
Nah, yang tidak saya sangka-sangka adalah jawaban Jolly: “O..kalau itu saya sudah melakukannya, sister.., istri saya ada dua, kami serumah tapi beda kamar. Saya masih mau menambah istri dua lagi, satu dari Indonesia dan satu lagi dari Malaysia...”
Sambil melanjutkan santap siang, saya cuma bisa senyum-senyum saja, ingin rasanya saya menggeleng-gelengkan kepala sambil berkomentar: “Jolly...jolly..ada-ada saja kamu... Ternyata dua istri belum cukup ya....”.***
Rabu, 25 Februari 2009
Cita-cita Fauzan
Fauzan (6) atau biasa dipanggil Abang adalah anak saya yang besar. Sepulang sekolah (TK B) dia biasanya bermain bersama adiknya Fadhil (3,5) yang belum mau sekolah. Kegemarannya adalah membaca buku, mainan, main puzzle, nonton TV (curious george is the best!) atau CD dan yang utama menggambar. Hal yang paling disukainya adalah segala hal tentang kendaraan; mobil, kereta api, pesawat, apalagi bis.
Bis bagi fauzan adalah kendaraan yang sangat mengagumkan, sejak bis pertama yang dia miliki ketika masih kecil, khayalannya selalu saja tentang bis. Sangat excited kalau lihat bis lewat di jalan raya. Karena kami tinggal di Bogor, Bis Trans Pakuan - yang ber AC tapi panas itu – adalah yang paling sering dia naiki. Kemana-mana kalau bisa maunya naik bis; ke Bandung, ke Bekasi, bahkan “Bun… bisa ga nanti kalau kita ke rumah Oma di Padang naik bis aja..?”.
Di dalam bis dia dan adiknya jarang duduk, maunya berdiri sambil meneriaki bis lain yang lewat “Biiiiss….!!”. Awalnya kami malu juga, seolah bis adalah benda aneh yang belum pernah dilihatnya. ”Bang...yang teriak2 liat bis tuh biasanya orang kampung, yang ga pernah ke kota...” kata ayahnya. Tapi bagi fauzan yang polos komentar ayahnya itu tentu saja ga ngaruh... Ketika menggambar juga kebanyakan bis dan pesawat, sedikit kereta. Bahkan di komputer dia punya file sendiri yang isinya daftar nama2 bis, dan akan dia tambah daftarnya ketika dia ingat atau baru menemukan nama bis lain yang belum terdaftar.
Cita-cita fauzan awalnya ingin jadi pilot, tapi ketika dia lihat di TV berita tentang Adam Air yang jatuh, dia berubah pikiran. ”Bun...aku ga mau jadi pilot ah, nanti bisa jatuh kayak pesawat adam air itu, aku mau jadi supir bis aja ya!”. Tentu saja awalnya kami kaget juga ‘duh, anak kita kok cita2nya ga keren amat ya…’ Setiap dia bicara tentang cita2nya itu biasanya kami timpali “Jadi supir bis itu ga perlu sekolah tinggi2 bang…ga perlu pintar…cita2nya yang lain aja ya..” .
Suatu ketika saya pernah Tanya “abang kalo ditanya bu guru cita2nya, jawabnya supir bis juga?”“Ngga.. Aku jawab aja jadi pilot biar bu guru seneng..padahal aku sebenernya pingin jadi supir bis..”Masya Allah..anakku jadi berbohong demi menyenangkan gurunya, juga mungkin demi menjaga imej ortunya.. ternyata komentar2 bernada keberatan dari kami soal cita2nya itu menimbulkan ide untuk berbohong. Jadi agak nyesel juga, kenapa kami selama ini begitu serius menanggapi cita2nya, padahal cita2 anak kan biasanya berubah seiring bertambahnya usia.
Kini setiap fauzan bilang soal cita2nya saya cuma senyum saja sambil berkata,”Ya, tapi tetap belajar yang baik ya..karena belajar itu wajib bagi anak sholeh. Pokoknya pesan bunda, cita-cita apa saja boleh, yang penting profesi kita itu bisa bermanfaat untuk orang lain””Oh..ya udah. Kalo gitu aku mau jadi insinyur pembuat pesawat atau pembuat bis aja deh, ”. Abang...abang...cabe deh bundanya... Bis lagi..bis lagi..
Bis bagi fauzan adalah kendaraan yang sangat mengagumkan, sejak bis pertama yang dia miliki ketika masih kecil, khayalannya selalu saja tentang bis. Sangat excited kalau lihat bis lewat di jalan raya. Karena kami tinggal di Bogor, Bis Trans Pakuan - yang ber AC tapi panas itu – adalah yang paling sering dia naiki. Kemana-mana kalau bisa maunya naik bis; ke Bandung, ke Bekasi, bahkan “Bun… bisa ga nanti kalau kita ke rumah Oma di Padang naik bis aja..?”.
Di dalam bis dia dan adiknya jarang duduk, maunya berdiri sambil meneriaki bis lain yang lewat “Biiiiss….!!”. Awalnya kami malu juga, seolah bis adalah benda aneh yang belum pernah dilihatnya. ”Bang...yang teriak2 liat bis tuh biasanya orang kampung, yang ga pernah ke kota...” kata ayahnya. Tapi bagi fauzan yang polos komentar ayahnya itu tentu saja ga ngaruh... Ketika menggambar juga kebanyakan bis dan pesawat, sedikit kereta. Bahkan di komputer dia punya file sendiri yang isinya daftar nama2 bis, dan akan dia tambah daftarnya ketika dia ingat atau baru menemukan nama bis lain yang belum terdaftar.
Cita-cita fauzan awalnya ingin jadi pilot, tapi ketika dia lihat di TV berita tentang Adam Air yang jatuh, dia berubah pikiran. ”Bun...aku ga mau jadi pilot ah, nanti bisa jatuh kayak pesawat adam air itu, aku mau jadi supir bis aja ya!”. Tentu saja awalnya kami kaget juga ‘duh, anak kita kok cita2nya ga keren amat ya…’ Setiap dia bicara tentang cita2nya itu biasanya kami timpali “Jadi supir bis itu ga perlu sekolah tinggi2 bang…ga perlu pintar…cita2nya yang lain aja ya..” .
Suatu ketika saya pernah Tanya “abang kalo ditanya bu guru cita2nya, jawabnya supir bis juga?”“Ngga.. Aku jawab aja jadi pilot biar bu guru seneng..padahal aku sebenernya pingin jadi supir bis..”Masya Allah..anakku jadi berbohong demi menyenangkan gurunya, juga mungkin demi menjaga imej ortunya.. ternyata komentar2 bernada keberatan dari kami soal cita2nya itu menimbulkan ide untuk berbohong. Jadi agak nyesel juga, kenapa kami selama ini begitu serius menanggapi cita2nya, padahal cita2 anak kan biasanya berubah seiring bertambahnya usia.
Kini setiap fauzan bilang soal cita2nya saya cuma senyum saja sambil berkata,”Ya, tapi tetap belajar yang baik ya..karena belajar itu wajib bagi anak sholeh. Pokoknya pesan bunda, cita-cita apa saja boleh, yang penting profesi kita itu bisa bermanfaat untuk orang lain””Oh..ya udah. Kalo gitu aku mau jadi insinyur pembuat pesawat atau pembuat bis aja deh, ”. Abang...abang...cabe deh bundanya... Bis lagi..bis lagi..
Langganan:
Postingan (Atom)